Selain Pakaian Bekas, Beras
Juga Diselundupkan via Sumatera
Jakarta -Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC) Kementerian Keuangan mencatat, saat ini pintu masuk barang impor ilegal
paling banyak berasal dari pelabuhan-pelabuhan tikus di sepanjang Pantai Timur
Sumatera. Produk yang diselundupkan antara lain pakaian bekas, hingga beras.
Direktur Penindakan dan Penyidikan DJBC Harry Mulya mengungkapkan, selain komoditas barang tekstil, jenis impor ilegal yang paling sering diselundupkan yakni beras.
"Selain pakaian bekas, di Sumatera Timur kan minus beras. Beras dari luar itu murah, dari Vietnam dan Muangthai (Thailand)," kata Harry ditemui usai acara Sinergitas Pemahaman Ketentuan Perlindungan Konsumen, Pengawasan, dan Penegakan Hukum di Kenari Mas Plaza, Jakarta Pusat, Selasa (27/10/2015).
Harry mengungkapkan, penyebab maraknya beras impor ilegal akibat disparitas harga beras di wilayah tersebut yang tinggi dengan harga di luar negeri. Selain itu juga karena dekatnya letak perairan di sepanjang Pantai Timur Sumatera yang membentang dari Provinsi Sumatra Utara, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jambi.
"Misal harga beras di kita Rp 8.000/kg. Di sana itu (negara tetangga) harganya Rp 4.500/kg, kalau lewat legal masuknya itu sulit, ribet (pengawasannya)," jelasnya.
Harry menuturkan, dirinya belum menerima laporan persisnya berapa beras impor ilegal yang masuk lewat pelabuhan tikus di Sumatera dan ditangkap aparatnya.
"Cukup banyak, tapi nggak ada datanya saya," katanya.
Menurutnya, terakhir kali aparat DJBC menangkap beras impor ilegal di pelabuhan tikus di Kabupaten Tanjung Balai Karimun, pada bulan lalu.
Saking banyaknya, menurut Harry, pihaknya terpaksa menyerahkan beras impor yang berhasil disita terpaksa diserahkan pada Perum Bulog ketimbang dimusnahkan atau diproses lebih lanjut.
"Daripada busuk, itu lebih baik diserahkan pada Bulog," katanya.
Direktur Penindakan dan Penyidikan DJBC Harry Mulya mengungkapkan, selain komoditas barang tekstil, jenis impor ilegal yang paling sering diselundupkan yakni beras.
"Selain pakaian bekas, di Sumatera Timur kan minus beras. Beras dari luar itu murah, dari Vietnam dan Muangthai (Thailand)," kata Harry ditemui usai acara Sinergitas Pemahaman Ketentuan Perlindungan Konsumen, Pengawasan, dan Penegakan Hukum di Kenari Mas Plaza, Jakarta Pusat, Selasa (27/10/2015).
Harry mengungkapkan, penyebab maraknya beras impor ilegal akibat disparitas harga beras di wilayah tersebut yang tinggi dengan harga di luar negeri. Selain itu juga karena dekatnya letak perairan di sepanjang Pantai Timur Sumatera yang membentang dari Provinsi Sumatra Utara, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jambi.
"Misal harga beras di kita Rp 8.000/kg. Di sana itu (negara tetangga) harganya Rp 4.500/kg, kalau lewat legal masuknya itu sulit, ribet (pengawasannya)," jelasnya.
Harry menuturkan, dirinya belum menerima laporan persisnya berapa beras impor ilegal yang masuk lewat pelabuhan tikus di Sumatera dan ditangkap aparatnya.
"Cukup banyak, tapi nggak ada datanya saya," katanya.
Menurutnya, terakhir kali aparat DJBC menangkap beras impor ilegal di pelabuhan tikus di Kabupaten Tanjung Balai Karimun, pada bulan lalu.
Saking banyaknya, menurut Harry, pihaknya terpaksa menyerahkan beras impor yang berhasil disita terpaksa diserahkan pada Perum Bulog ketimbang dimusnahkan atau diproses lebih lanjut.
"Daripada busuk, itu lebih baik diserahkan pada Bulog," katanya.
Komentar :
Mirisnya kejadian seperti ini sering terjadi bukan hanya sekali dua kali, harga
yang lebih murah daripada di negara sendiri membuat beras selundupan tersebut
lebih diminati ketimbang beli di negara sendiri.
Didalam
kasus ini terdapat pergerseran permintaan dan pernawaran yang disebabkan oleh
adanya “barang subtitusi” yaitu
beras selundupan yang lebih murah.
Besar kecilnya permintaan di tentukan oleh tinggi rendahnya
harga, tentu saja hal ini akan berlaku bila faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan tidak ada perubahan (tetap) atau disebut ada dalam keadaan ceteris
paribus.
Dalam keadaan seperti itu, berlaku perbandingan terbalik antar harga terhadap permintaan dan perbandingan lurus antara harga dengan penawaran seperti apa yang dikatakan Alfred Marshall
Dalam keadaan seperti itu, berlaku perbandingan terbalik antar harga terhadap permintaan dan perbandingan lurus antara harga dengan penawaran seperti apa yang dikatakan Alfred Marshall
Sumber :
Sukirno,
Sadono.2013. Mikroekonomi Teori Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar